Sengketa antar negara hampir setiap saat terjadi,
penyelesaian sengketa karenanya merupakan satu tahap penting dan menentukan. Hubungan-hubungan
internasional yang diadakan antar negara tidak selamanya terjalin dengan baik,
acapkali hubungan itu menimbulkan sengketa di antara mereka. Sengketa dapat
bermula dari berbagai sumber potensi sengketa. Sumber potensi sengketa antar
negara dapat berupa perbatasan, sumber daya alam, kerusakan lingkungan,
perdagangan, dll. Manakala hal demikian itu terjadi, hukum internasional
memainkan peranan yang tidak kecil dalam penyelesaiannya. Sengketa internasional bisa terjadi karena berbagai
sebab, diantaranya:
-
Salah satu pihak
tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian internasional.
-
Perbedaan penafsiran
mengenai isi perjanjian iinternasional.
-
Perebutan
sumber-sumber ekonomi.
-
Perebutan pengaruh
ekonomi, politik, ataupun keamanan regional maupun internasional.
-
Adanya intervensi
terhadap kedaulatan Negara lain.
Dalam perjalanan panjang berbangsa dan bernegara pada dunia
internasional terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik
antar bangsa yang dapat dideskripsikan sbb:
-
Sengketa antar bangsa
karena klaim tentang batas wilayah, terutama wilayah daratan. Misalnya, konflik
Irak-Kuwait dan Irak-Iran.
-
Sengketa antar bangsa
karena klaim tentang kepemilikan sebuah pulau atau gugusan pulau. Misalnya,
konflik antara Malaysia dan Indonesia dalam memperebutkan pulau
Sipadan-Ligitan.
-
Sengketa antar bangsa
karena klaim tentang kepemilikan sumber air, terutama sungai. Kasus ini banyak
terjadi di kawasan Afrika.
-
Sengketa antar bangsa
karena ambisi untuk menguasai wilayah daulat Negara lain berdasarkan
interpretasi sejarah yang berlebihan. Misalnya kasus invansi militer ke Irak
dan Kuwait.
-
Sengketa antar bangsa
karena klaim atas kepemilikan laut dan batas-batas wilayah laut. Contoh:
konflik Indonesia-Australia tentang celah Timor.
-
Sengketa antar bangsa
tentang masalah minyak bumi serta hak atas penguasaan. Misalnya antara Irak dan
Kuwait.
-
Sengketa antara
bangsa karena perbedaan kepentingan ideologi, politik, sosial, ekonomi, dan
militer. Seperti terjadinya perang dingin antara Uni Soviet dengan Amerika
Serikat.
-
Sengketa antara
bangsa karena klaim atas kepemilikan wilayah strategis. Misalnya antara
Pakistan dan India tentang wilayah Khasmir.
-
Sengketa antara
bangsa karena klaim tentang pelanggaran terhadap perjanjian internasional atau
konvensi internasional. Misalnya kasus perang Amerika Serikat dengan sekutunya
melawan Irak.
Dalam hal terjadinya sengketa, hukum internasional
memainkan peran yang juga esensial. Ia memberikan pedoman, aturan dan cara
bagaimana suatu sengketa dapat diselesaikan oleh para pihak, salah satu cara
penyelesaian sengketa internasional ini adalah penyelesaian dengan cara damai. Upaya-upaya
penyelesaian terhadap sengketa internasional ini telah menjadi perhatian yang
cukup penting di mata dunia sejak dahulu. Upaya-upaya ini ditujukan untuk
menciptakan hubungan-hubungan antara negara yang lebih baik berdasarkan prinsip
perdamaian dan keamanan internasional. Peran yang dimainkan hukum internasional
dalam penyelesaian sengketa internasional adalah memberikan cara bagaimana para
pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya menurut hukum internasional.
Sehingga pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan
antar negara terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States)
dan tidak mengharapkan adanya persengketaan.
Dalam perkembangan awalnya, hukum internasional
mengenal dua cara penyelesaian, yaitu cara penyelesaian dengan damai dan perang
(militer). Namun dalam perkembangannya kemudian, dengan semakin berkembangnya
kekuatan militer dan perkembangan teknologi persenjataan pemusnah massal,
masyarakat internasional semakin menyadari besarnya bahaya dari penggunaan
perang. Oleh karenanya mereka berupaya agar cara ini dihilangkan atau
sedikitnya dibatasi penggunannya, disamping itu, Ketentuan hukum internasional telah
melarang penggunaan kekerasan dalam hubungan antar negara. Keharusan ini
seperti tercantum pada Pasal 1 Konvensi mengenai Penyelesaian
Sengketa-Sengketa Secara Damai yang ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18
Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh pasal 2 ayat (3) Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan selanjutnya oleh Deklarasi Prinsip-prinsip Hukum
Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar Negara.
Deklarasi tersebut meminta agar semua negara menyelesaikan sengketa mereka
dengan cara damai sedemikian rupa agar
perdamaian, keamanan internasional dan keadilan tidak sampai terganggu.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
sengketa intenasional
Sengketa
Internasional (internasional dispute) adalah
perselisihan yang terjadi antara Negara dengan Negara, Negara dengan
individu-individu, atau Negara dengan badan-badan/lembaga yang menjadi subjek
hukum internasional. Setiap sengketa adalah konflik, tetapi tidak semua
konlik dapat dikategorikan sebagai sengketa (dispute). Istilah
“sengketa-sengketa internasional” mencakup bukan saja sengketa-sengketa antara
negara-negara, melainkan juga kasus-kasus lain yang berada dalam lingkup
pengaturan internasional.[1]
Sengketa internasional adalah
sengketa yang bukan secara eksklusif merupakan urusan dalam negeri suatu
negara. Sengketa internasional juga tidak hanya eksklusif menyangkut hubungan
antar negara saja mengingat subjek-subjek hukum internasional saat ini sudah
mengalami perluasan sedemikian rupa melibatkan banyak aktor non-negara.
Permasalahan yang disengketakan dalam suatu sengekta internasional dapat
menyangkut banyak hal. Menyangkut substansi sengketa itu, beberapa pakar
mencoba untuk memisahkan antara sengketa hukum (legal or judicial disputes)
dengan sengketa politik (political or nonjusticiable disputes).
Sebetulnya tidak ada kriteria yang jelas dan diterima secara umum mengenai
pengertian kedua istilah tersebut, terdapat kesulitan untuk membuat perbedaan
tegas antara istilah sengketa hukum dan sengketa politik, namun ada beberapa
doktrin penting yang berkembang dalam hukum internasional, diantaranya adalah
doktrin yang dikemukakan oleh Friedmann yang menjelaskan “meskipun sulit untuk
membedakan kedua pengertian tersebut, namun perbedaannya dapat terlihat pada
konsepsi sengketanya”. Konsepsi sengketa
hukum memuat hal-hal berikut[2]:
a.
Sengketa hukum adalah perselisihan antar negara yang
mampu diselesaikan oleh pengadilan dengan menerapkan aturan-aturan hukum yang
ada atau yang sudah pasti.
b.
Sengketa hukum adalah sengketa yang sifatnya
mempengaruhi kepentingan vital negara, seperti integritas wilayah dan
kehormatan atau kepentingan lainnya dari suatu negara.
c.
Sengketa hukum adalah sengketa di mana penerapan hukum
internasional yang ada cukup untuk menghasilkan suatu putusan yang sesuai
dengan keadilan antar negara dengan perkembangan progesif hubungan
internasional.
d.
Sengketa hukum adalah sengketa yang berkaitan dengan
persengketaan hak-hak hukum yang dilakukan melalui tuntutan yang menghendaki
suatu perubahan atas hukum yang telah ada.
Selanjutnya pasal 36 ayat (2)
Statuta mahkamah menegaskan bahwa sengketa hukum yang dapat di bawa ke Mahkamah
menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a.
Interpretasi perjanjian.
b.
Persoalan mengenai hukum internasional.
c.
Adanya fakta apapun yang jika didirikan akan merupakan
pelanggaran kewajiban internasional
d.
Sifat atau tingkat perbaikan yang
akan dibuat untuk pelanggaran kewajiban internasional
2.
Penyelesaian
sengketa internasional secara damai
Ketentuan hukum internasional telah melarang penggunaan kekerasan
dalam
hubungan antar negara. Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1 Konvensi
mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa Secara Damai yang ditandatangani di
Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh pasal 2
ayat (3) Piagam Perserikatan bangsa-Bangsa dan selanjutnya oleh Deklarasi Prinsip-
Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta agar semua negara menyelesaikan sengketa
mereka dengan cara damai sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional, dan keadilan tidak sampai terganggu.
hubungan antar negara. Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1 Konvensi
mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa Secara Damai yang ditandatangani di
Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh pasal 2
ayat (3) Piagam Perserikatan bangsa-Bangsa dan selanjutnya oleh Deklarasi Prinsip-
Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta agar semua negara menyelesaikan sengketa
mereka dengan cara damai sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional, dan keadilan tidak sampai terganggu.
Piagam PBB memberikan ketentuan-ketentuan mengenai langkah-langkah apa yang
harus diikuti oleh negara, baik sebagai anggota maupun bukan anggota PBB
apabila mereka terlibat di dalam suatu perselisihan, negara-negara tersebut
mempunyai suatu kewajiban untuk menyelesaikan setiap perselisihan yang timbul
dengan cara damai. Dalam hal terjadi suatu perselisihan, sebelum mengajukannya
ke PBB, para pihak wajib mencari penyelesaian melalui perundingan, pertanyaan,
perantara, perujukan, arbitrasi, penyelesaian secara hukum, dan mengambil jalan
melalui badan atau pengaturan regional, atau dengan jalan damai lainnya menurut
pilihan mereka.
Di dalam pasal 33 ayat (1) Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa mengatakan
bahwa
“Pihak-pihak yang tersangkut dalam suatu sengketa yang
terus menerus yang mungkin membahayakan terpeliharanya kedamaian dan keamanan
internasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian melalui negosiasi,
penyelidikan, dengan peraturan, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut
hukum, melalui badan-badan atau perjanjian setempat, atau dengan cara damai
lain yang dipilih sendiri”.[3]
Apabila perselisihan itu sedemikian rupa tidak dapat diselesaikan maka
pihak-pihak yang bersengketa atau setiap anggota PBB atau melalui Sekretaris
Jenderal PBB dapat mengajukan masalahnya kepada Dewan Keamanan atau Majelis
Umum PBB untuk menjadi perhatian badan-badan utama tersebut. Apabila suatu
perselisihan/sengketa dihadapkan kepada Dewan Keamanan, pilihan yang pertama
dan yang paling sederhana disarankan oleh badan itu kepada para pihak yang
bersengketa adalah agar mereka menyelesaikan dengan salah satu dari cara
penyelesaian secara damai sebagaimana disebutkan di atas.
3.
Prinsip-prinsip
penyelesaian sengketa secara damai
Dari berbagai aturan hukum internasional dapat dikemukakan bahwa
prinsip-prinsip mengenai penyelesaian sengketa internasional adalah sebagai
berikut :
a.
Prinsip itikad baik (good faith).
Prinsip itikad baik dapat dikatakan sebagai prinsip
fundamental dan paling sentral dalam penyelesaian sengketa antar negara.
Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya itikad baik dari para pihak
dalam menyelesaikan sengketanya
b.
Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam
penyelesaian sengketa.
Prinsip ini juga sangat sentral dan penting, prinsip
inilah yang melarang para pihak untuk menyelesaikan sengketanya dengan
menggunakan senjata (kekerasan).
c.
Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian
sengketa.
Prinsip penting lainnya adalah prinsip di mana para
pihak memiliki kebebasan penuh untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme
bagaimana sengketanya diselesaikan (principle
of free choice of means). Prinsip ini menegaskan bahwa penyerahan sengketa
dan prosedur penyerahan sengketa atau cara-cara penyelesaian sengketa harus
didasarkan keinginan bebas para pihak. Kebebasan ini berlaku baik untuk
sengketa yang telah terjadi, atau sengketa yang akan datang.[4]
d.
Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan
terhadap pokok sengketa.
Prinsip fundamental selanjutnya adalah prinsip
kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri hukum apa yang akan diterapkan
bila sengketanya diselesaikan oleh badan peradilan. Kebebasan para pihak untuk
menentukan hukum ini termasuk kebebasan untuk memilih kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono), dan inilah yang
menjadi sumber bagi pengadilan untuk memutus sengketa berdasarkan prinsip
keadilan, kepatutan, dan kelayakan.
e.
Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa (konsensus).
Prinsip kesepakatan para pihak merupakan prinsip
fundamental dalam penyelesaian sengketa internasional, prinsip inilah yang
menjadi dasar bagi pelaksanaan kedua prinsip diatas, yaitu prinsip kebebasan
memilih cara-cara penyelesaian sengketa dan prinsip kebebasan memilih hukum yang
akan diterapkan terhadap pokok sengketa di atas. Kedua prinsip kebebasan
tersebut di atas hanya akan bisa dilakukan atau terealisasikan manakala ada
kesepakatan dari para pihak. Sebaliknya prinsip kebebasan tersebut tidak akan
pernah berjalan apabila kesepakatan hanya ada dari salah satu pihak atau bahkan
tidak ada kesepakatan sama sekali dari kedua belah pihak.
f.
Prinsip penggunaan terlebih dahulu hukum nasional
negara untuk menyelesaikan suatu sengketa
(exhaustion of local remedies).
Prinsip ini termuat dalam section 1 paragraph 10 Deklarasi
Manila. Menurut prinsip ini, sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke
pengadilan internasional maka langkah-langkah penyelesaian sengketa yang
tersedia atau diberikan oleh hukum nasional negara harus terlebih dahulu
ditempuh.
g.
Prinsip-prinsip hukum internasional tentang
kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara.
Prinsip ini mensyaratkan negara-negara yang
bersengketa untuk terus mentaati dan melaksanakan kewajiban internasionalnya
dalam berhubungan satu dengan yang lainnya berdasarkan prinsip-prinsip
fundamental integritas wilayah negara-negara.
Disamping ketujuh prinsip di atas, Office
of the Legal Affairs PBB memuat prinsip-prinsip lain yang bersifat
tambahan, yaitu:
a.
Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah
dalam atau luar negeri para pihak.
b.
Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri.
c.
Prinsip persamaan kedaulatan negara-negara.
d.
Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional, yang
semata-mata merupakan penjelmaan lebih lanjut dari prinsip hukum internasional
tentang kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara
4.
Cara-cara
penyelesaian sengketa secara damai
Metode-metode penyelesaian sengketa-sengketa internasional secara damai
atau bersahabat dapat dibagi dalam klasifikasi berikut ini :
a.
Negosiasi
Negosiasi merupakan
teknik penyelesaian sengketa yang paling tradisional dan paling sederhana.
Teknik negosiasi tidak melibatkan pihak ketiga, hanya berpusat pada diskusi
yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait. Perbedaan persepsi yang dimiliki
oleh kedua belah pihak akan diperoleh jalan keluar dan menyebabkan pemahaman
atas inti persoalan menjadi lebih mudah untuk dipecahkan. Negosiasi ini
merupakan dialog yang berkesinambungan antar para pihak dalam sengketa dan
dilakukan dengan bentuk perundingan bilateral dan perundingan multilateral yang
dilakukan melalui jalur diplomatik, atau melalui organisasi internasional.
Proses negosiasi ini biasanya dilakukan oleh Kepala Negara, Perdana Menteri,
Menteri Luar Negeri, atau Pejabat Diplomat.[5]
Cara ini dapat pula
digunakan untuk menyelesaikan setiap bentuk sengketa, apakah itu sengketa
ekonomi, politik, hukum, sengketa wilayah, keluarga, suku, dan lain-lain.
Bahkan, apabila para pihak telah menyerahkan sengketanya kepada suatu badan
peradilan tertentu, proses penyelesaian sengketa melalui negosiasi ini masih
dimungkinkan untuk dilaksanakan.[6]
b.
Pencarian Fakta / Penyelidikan
Dalam sengketa internasional, para
pihak intinya mempersengketakan perbedaan mengenai fakta maka untuk meluruskan
perbedaan tersebut, campur tangan pihak lain dirasakan perlu untuk menyelidiki
kedudukan fakta yang sebenarnya. Cara inilah yang disebut dengan pencarian
fakta (inquiry atau fact-finding).[7]
Metode ini digunakan untuk mencapai penyelesaian
sebuah sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari
dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan
dengan permasalahan. Dengan dasar bukti-bukti dan permasalahan yang timbul,
badan ini akan dapat mengeluarkan sebuah fakta yang disertai dengan penyelesaiannya.
Pada tanggal 18 Desember 1967, Majelis Umum PBB mengeluarkan
resolusi yang menyatakan pentingnya metode pencarian fakta yang tidak memihak
sebagai cara penyelesaian damai dan meminta negara-negara anggota untuk lebih
mengefektifkan metode-metode pencarian fakta. Serta meminta Sekretaris Jenderal
untuk mempersiapkan suatu daftar para ahli yang jasanya dapat dimanfaatkan
melalui perjanjian untuk pencarian fakta dalam hubungannya dengan suatu
sengketa.
Komisi pencari fakta
(penyelidikan) biasanya melakukan penyelidikan secara langsung dengan cara
mendengarkan kesaksian saksi-saksi (testimonial
of witness) dan juga mengunjungi tempat-tempat yang dicurigai pernah
menjadi tempat pelanggaran atas hukum internasional, yang dilakukan untuk
menemukan fakta-fakta penyebab sengketa. Laporan fakta-fakta yang didapat oleh
komisi penyelidik tidak memiliki sifat sebagai suatu keputusan, tetapi itu
hanya digunakan sebagai referensi untuk memberikan keputusan dalam negosiasi.
c.
Jasa-jasa Baik
Jasa-jasa baik adalah suatu cara penyelesaian sengketa
melalui bantuan pihak yang ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak
menyelesaikan sengketanya dengan negoisasi. Jadi, fungsi dari jasa-jasa baik
yang paling utama adalah mempertemukan para pihak sedemikian rupa sehingga
mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegoisasi.
Keikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa
dapat dua macam, yaitu atas permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga
sendiri yang menawarkan jasa-jasa baiknya guna menyelesaiakan sengketa. Dalam
kedua cara tersebut, syarat mutlak yang harus ada adalah kesepakatan para pihak.
Yang menjadi perbedaan antara mediasi dan jasa baik-baik dapat dilihat dalam
tingkat keaktifannya dalam penyelesaian masalah. Dalam mediasi mediator
bersifat aktif untuk memberikan penawaran, opsi, dan usulan penyelesaian
sengketa (term settlement), sedangkan
dalam jasa-jasa baik hanya bersifat pasif dan tidak boleh menawarkan
syarat-syarat penyelesaian sengketa.
Dalam jasa baik-baik, pihak ketiga hanya memberikan
jasa-jasanya untuk mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa dan menyarankan
penyelesaiannya secara umum. Negara atau organisasi yang bertindak untuk
memberikan jasa-jasa baik berarti telah menunjukkan keinginannya yang
bersahabat untuk meningkatkan penyelesaian sengketa. Apabila pihak ketiga telah
mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian suatu
sengketa, maka selesailah sudah tugas pihak ketiga itu.[8]
d.
Mediasi
Mediasi merupakan tindakan dan inisiatif pihak ketiga
(negara ketiga) atau individu yang tidak memiliki kepentingan dalam suatu
sengketa internasional, yang mana mediator tersebut bertujuan untuk membawa ke
arah jalur perundingan atau memberikan fasilitas ke jalur perundingan antara
pihak-pihak yeng bersengketa. Dalam proses mediasi, mediator (bisa
individu/negara) diberi kepercayaan dari pihak-pihak yang bersengketa, dan
berperan aktif untuk menemukan penyelesaian sengketa yang baik, tetapi saran
dan masukan mediator tidak mempunyai daya mengikat (binding power). Jadi mediator hanya berperan untuk mendamaikan
tuntutan kepentingan yang saling berlawanan serta meredam rasa dendam yang
mungkin timbul antar pihak-pihak yeng bersengketa. Jadi apabila dibandingkan
dengan jasa-jasa baik (good offices) maka
keterlibatan mediator dalam mediasi sudah lebih besar. Dalam mediasi mediator
berperan aktif mendamaikan pihak-pihak bersengketa, memiliki kewenangan
tertentu juga mendistribusikan proposal masing-masing pihak bersengketa.
Keberhasilan proses mediasi tergantung kemauan para
pihak (parties willingness to solved
issues), dan penerimaan serta implementasi penyelesaian yang disarankan (approval and implement dispute settlement).
Proses mediasi bisa dikatakan berhasil apabila usulan, penawaran, atau
peranan mediator dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa.
e.
Konsiliasi
Konsiliasi (conciliation) adalah cara penyelesaian
sengketa yang sifatnya lebih formal dibandingkan mediasi, konsoliasi adalah
suatu cara penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga atau oleh suatu komisi yang
dibentuk oleh para pihak. Komisi ini disebut dengan komisi konsiliasi
Istilah konsiliasi mempunyai arti yang luas dan sempit.
Pengertian luas konsiliasi mencakup berbagai ragam metode di mana suatu
sengketa diselesaikan secara damai dengan bantuan negara-negara lain atau
badan-badan penyelidik dan komite-komite penasehat yang tidak berpihak. Pengertian
sempit, konsiliasi berarti penyerahan suatu sengketa kepada sebuah komite untuk
membuat laporan beserta usul-usul kepada para pihak bagi penyelesaian sengketa
tersebut, namun laporan dari konsiliasi hanya sebagai proposal atau permintaan
dan bukan merupakan konstitusi yang sifatnya mengikat.
Untuk lebih jelasnya
ada baiknya kita mencermati definisi yang diberikan oleh pakar hukum, yaitu :
“Konsiliasi adalah suatu proses perumusan usul
penyelesaian sengketa setelah mengadakan penyelidikan fakta-fakta dan merupakan
upaya mendamaikan para pihak yang bersengketa, dan para pihak dibiarkan bebas
untuk menerima atau menolak usul tersebut”
Proses konsiliasi
pada umumnya diberikan kepada sebuah komisi yang terdiri dari beberapa orang
anggota, tapi terdapat juga yang hanya dilakukan oleh seorang konsiliator.
Berdasarkan pada fakta-fakta yang diperolehnya, konsiliator atau badan
konsiliasi akan menyerahkan laporannya kepada para pihak disertai dengan
kesimpulan, dan usulan-usulan penyelesaian sengketa. Sekali lagi, usulan ini
sifatnya tidaklah mengikat. Karena diterima atau tidaknya usulan tersbut
bergantung sepenuhnya kepada para pihak.
f.
Arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga
yang netral yang mengeluarkan keputusan final dan mengikat (binding). Badan
arbitrase dewasa ini sudah semakin populer dan semakin banyak digunakan dalam
menyelesaikan sengketa-sengketa internasional.
Dalam penyelesaian suatu kasus sengketa internasional,
sengketa diajukan kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh pihak-pihak
yang bersengketa. Hal ini sesuai dengan pendapat Moh. Burhan Tsani:
“Arbitrase
adalah suatu cara penerapan prinsip-prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam
batas-batas yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak-pihak yang
bersengketa”.[9]
Sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa,
arbitrase dipandang sebagai cara yang efektif dan adil. Sumbangan badan ini
terhadap perkembangan hukum internasional secara umum sangat signifikan.
Penyelesaian melalui abritase dapat ditempuh melalui beberapa cara, yaitu
penyelesaian oleh seorang arbitator
secara terlembaga (institutionalized)
atau kepada suatu badan arbitrase ad hoc (sementara).[10]
g. Pengadilan
Internasional
Metode yang memungkinkan tercapainya
penyelesaian sengketa selain cara-cara tersebut di atas adalah melalui
pengadilan. Penggunaan cara ini biasanya ditempuh apabila cara-cara
penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil.
Pengadilan dapat dibagi menjadi dua kategori,
yaitu pengadilan permanen dan pengadilan ad
hoc atau pengadilan khusus. Contoh pengadilan permanen adalah Mahkamah
Internasional (the International Court of
Justice / ICJ).
Kedua adalah pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus.
Dibandingkan dengan pengadilan permanen, pengadilan ad hoc atau khusus ini lebih populer, terutama dalam kerangka suatu
organisasi ekonomi internasional. Badan pengadilan ini berfungsi cukup penting
dalam menyelesaikan sengketa yang timbul dari perjanjian ekonomi internasional.
Sebelum Mahkamah Internasional atau
pengadilan ad hoc dapat menangani dan
mengadili suatu kasus sengketa internasional yang terjadi antara pihak-pihak
yang bersengketa, terlebih dahulu harus menjalani tahapan-tahapan sebagai
berikut :
a. Decision
Setting
Mahkamah
Internasional sebelum menangani suatu kasus sengketa internasional harus
meneliti kondisi-kondisi tertentu yang harus dipenuhi agar kasus sengketa
tersebut benar-benar justifiable.
Kondisi-kondisi tersebut adalah
- Harus
ada konflik/sengketa yang bersifat real (a
real conflict must exist).
- Pihak
yang bersengketa harus secara langsung berada dalam otoritas keputusan Mahkamah
Internasional
- Isu-isu
hukum yang akan diputus harus dibingkai sespesifik mungkin untuk menyelesaikan
sengketa.
- Isu
dalam kasus sengketa tersebut haruslah bersifat judisial, dan memungkinkan
mahkamah untuk menjatuhkan putusan.
b. Decision
Making
Dalam
tahapan ini pengadilan Mahkamah Internasional dihadapkan pada suatu pilihan
untuk menentukan hukum yang akan digunakan guna menyelesaikan sengketa (appli-cable law).
c. Contentius
Jurisdiction
Jurisdiksi
ini digunakan untuk menyelesaikan perkara-perkara sengketa internasional yang
biasa terjadi antar negara. Jadi jelas bahwa hanya negaralah yang boleh menjadi
para pihak yang mengajukan sengketa (the
actor of contentious juridiction should be a state). Jurisdiksi ini
berdasarkan atas persetujuan pihak-pihak yang bersengketa, yang disampaikan
dengan pemberitahuan tentang persetujuan khusus (notification of a special agreement compromis).
d. Advisory
Opinion
Kewenangan
ini adalah kewenangan yang berbentuk keputusan Mahkamah Internasional yang
berupa pendapat mahkamah mengenai masalah-masalah hukum suatu sengketa yang
bersifat nasehat. Jadi yang dapat menjadi pihak-pihak dalam jurisdiksi ini
adalah pihak non-states, seperti
lembaga-lembaga internasional atau korporasi-korporasi internasional. Advisory opinion tidaklah mengikat bagi
pihak-pihak yang bersengketa, meski bagi pihak yang meminta sekalipun. Namun
biasanya diperlukan sebagai “compulsory
ruling”, yaitu sebagai keputusan wajib yang mempunyai suara persuasif kuat.
5.
Contoh
kasus penyelesaian sengketa internasional secara damai
Sengketa Internasional Sipadan dan Ligitan
“Penyelesaian sengketa yang
dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia dalam menentukan kedaulatan di Pulau
Sipadan dan Ligitan merupakan suatu cara penyelesaian sengketa secara damai,
dimana Indonesia dan Malaysia memilih Mahkamah Internasional untuk
menyelesaikan sengketa ini, Berbagai macam argumentasi dan bukti yuridis
dikemukakan kedua pihak dalam persidangan di Mahkamah Internasional, dan pada
akhirnya Mahkamah Internasional memutuskan bahwa kedaulatan atas Pulau Sipadan
dan Ligitan merupakan milik Malaysia, di mana Malaysia dan Inggris sebagai
negara pendahulu lebih banyak melaksanakan efektifitas di Pulau Sipadan dan
Ligitan”.
Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia
atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar, yaitu pulau
Sipadan dengan luas 50.000 meter² dengan koordinat 4°6′52.86″N 118°37′43.52″E,
dan pulau Ligitan dengan luas 18.000 meter² dengan koordinat 4°9′N 118°53′E.
Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN
namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum
Mahkamah Internasional.
Persengketaan
antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam
pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata
memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya.
Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan
status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia
membangun resor pariwisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena
Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai
persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status
ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai
persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai.
Pada tahun 1969
pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta
nasionalnya. Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia
Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and
Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini
antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk
menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan
tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan
Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan
Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei
Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991
lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran
semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim
atas kedua pulau.
Sikap pihak
Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu
menolak membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional (the International Court of
Justice) kemudian melunak. Dalam
kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto
akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh
Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan Final and Binding pada tanggal 31 Mei
1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi
pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula
Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997.
Keputusan
Mahkamah Internasional Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan
dibawa ke Mahkamah Internasional, kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 Mahkamah
Internasional mengeluarkan keputusan tentang kasus
sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia.
Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim,
sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15
merupakan hakim tetap dari Mahkamah Internasional, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan
satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan
pertimbangan effectivity (tanpa
memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim),
yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan
administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa
burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan
operasi mercusuar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang
dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan
dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut
antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.
BAB III
KESIMPULAN
Penyelesaian sengketa internasional sering sekali
terjadi di dunia ini, dikarenakan perbedaan kepentingan antar negara. Dalam praktiknya
terdapat dua macam cara penyelesaian sengketa yaitu dengan cara damai dan
militer (perang), namun seiring dengan semakin berkembangnya tekhnologi senjata
pemusnah masal akhirnya penyelesaian sengketa dengan cara militer (perang)
mulai ditinggalkan dan diminimalisir penerapannya.
Hadirnya lembaga atau mekanisme penyelesaian
sengketa yang diciptakan oleh masyarakat internasional pada umumnya ditujukan
untuk memberi cara bagaimana sengketa internasional diselesaikan secara damai.
Cara-cara tersebut yang diberi landasan hukum, berupa piagam, perjanjian atau
konvensi, mengikat negara-negara yang mengikatkan diri terhadapnya. Pada
akhirnya, pengaturan cara-cara damai yang dituangkan dalam instrumen atau
perjanjian internasional adalah untuk mencegah negara-negara menggunakan
cara-cara kekerasan, militer, atau perang sebagai cara penyelesaian sengketa
mereka.
Peran hukum internasional dalam penyelesaian
sengketa cukup penting, hukum internasional tidak semata-mata mewajibkan
penyelesaian secara damai, namun juga memberi kebebasan seluas-luasnya kepada
negara-negara untuk menerapkan atau memanfaatkan mekanisme penyelesaian
sengketa yang ada, misalnya negoisasi, mediasi, konsiliasi, dan lain-lain.
Sehingga tampak bahwa tujuan akhir dari hukum internasional mengenai
penyelesaian sengketa adalah penyelesaian sengketa secara damai. Hukum
internasional tidak menghendaki penyelesaian secara kekerasan (militer).
DAFTAR PUSTAKA
Adolf Huala,
2006, Hukum Penyelesaian Sengketa
Internasional, Sinar Grafika: Jakarta.
Buana Satria
Mirza, 2007, Hukum Internasional Teori dan Praktek, FH
Unlam Press: Banjarmasin.
J.g
Merrilis, 1986, Penyelesaian Sengketa
Internasional,Tarsito: Bandung.
J.g Starke,
2008, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh,
Sinar Grafika: Jakarta.
Moh.
Burhan tsani, 1990, Hukum dan Hubungan
Internasional, Liberty: Yogyakarta
Office
of the legal affairs, section 1 paragraph
5 deklarasi manila,
Sumaryo
Suryokusumo, 1995, Hukum Diplomatik Teori
dan Kasus, Alumni: Bandung.
Sumaryo
Suryokusumo, 1997, Studi Kasus Hukum
Organisasi Internasional, Alumni: Bandung.
[1] J.G Starke Pengantar Hukum Internasional, Hal:645
[3] J.G Merrilis, Penyelesaian Sengketa Internasional, Hal:1
[4] Office of The
Legal Affairs, Section 1 paragraph 5
Deklarasi Manila, Hlm: 7
[5] Buana Satria
Mirza, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Hal:89
[7] Ibid, hal:20
[8]
Buana
Satria Mirza, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Hal:91
[9] Moh. Burhan
Tsani, 1990, Hukum dan Hubungan
Internasional, Penerbit Liberty, Yogyakarta, Hlm:109
4 komentar:
-apakah keputusannya cukup fair dalam hukum internasional?
-apakah pihak ketiga benar melaksanakan fungsinya?
JUAL TUYUL ANAK BUTA KELLING
JUAL TUYUL ANAK BUTA KELLING - HUBUNGI KAMI DI NO HP. – 082-369-439-555
atas nama KI ARIB WIDODO anda butuh pasugihan adopsi tuyul hub segera di no 082-369-439-555
assalamualaikum wr, wb.KI saya:PAK JOKO .dan SEKELUARGA mengucapkan banyak2
terimakasih kepada KI ARIB WIDODO atas angka togel yang di
berikan “4D” alhamdulillah ternyata itu benar2 jebol dan berkat
bantuan KI ARIB WIDODO saya bisa melunasi semua hutang2 orang tua saya yang
ada di BANK dan bukan hanya itu KI alhamdulillah sekarang saya
sudah bisa bermodal sedikit untuk mencukupi kebutuhan keluarga saya
sehari2. itu semua berkat bantuan KI ARIB WIDODO sekali lagi makasih banyak
yah KI … yang ingin merubah nasib seperti saya hubungi KI ARIB WIDODO di
nomor: (((_082-369-439-555_)))
dijamin 100% jebol saya sudah buktikan…sendiri….
Apakah anda termasuk dalam kategori di bawah ini !!!!
1″Dikejar-kejar hutang
2″Selaluh kalah dalam bermain togel
3″Barang berharga anda udah habis terjual Buat judi togel
4″Anda udah kemana-mana tapi tidak menghasilkan solusi yg tepat
5″Udah banyak Dukun togel yang kamu tempati minta angka jitunya
tapi tidak ada satupun yang berhasil..
Solusi yang tepat jangan anda putus aza…KI ARIB WIDODO akan membantu
anda semua dengan Angka ritwal/GHOIB:
butuh angka togel 2D_3D_4D SGP / HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin 100% jebol
Apabila ada waktu
silahkan Hub: KI ARIB WIDODO DI NO: (((_082-369-439-555_)))
angka GHOIB: singapur 2D/3D/4D/
angka GHOIB: hongkong 2D/3D/4D/
angka GHOIB; malaysia
angka GHOIB; toto magnum 4D/5D/6D/
angka GHOIB; laos
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.الالله صلى الله عليه وسلموعليكوتهله صلى الل
KAMI SEKELUARGA TAK LUPA MENGUCAPKAN PUJI SYUKUR KEPADA ALLAH S,W,T
dan terima kasih banyak kepada AKI atas nomor yang AKI
beri 4 angka [0136] alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI.
dan alhamdulillah sekarang saya bisa melunasi semua utan2 saya yang
ada sama tetangga.dan juga BANK BRI dan bukan hanya itu AKI. insya
allah saya akan coba untuk membuka usaha sendiri demi mencukupi
kebutuhan keluarga saya sehari-hari itu semua berkat bantuan AKI..
sekali lagi makasih banyak ya AKI… bagi saudara yang suka PASANG NOMOR
yang ingin merubah nasib seperti saya silahkan hubungi KI SUBALA JATI,,di no (((085-342-064-735)))
insya allah anda bisa seperti saya…menang NOMOR 670 JUTA , wassalam.
Posting Komentar