Labels

Kamis, 07 Februari 2013

PARA ISTERI PRESIDEN INDONESIA (edisi Soekarno)


Seseorang tidak akan menjadi besar tanpa adanya sosok pendamping yang kuat, kiranya pepatah itu benar adanya, dalam kehidupan haruslah ada sebuah target yang harus dicapai, dan tetntunya hal itu akan semakin mudah menggapainya bagi kita jika kita memiliki seorang patner yang kuat dan mampu mendukung kita dalam setiap kondisi, baik itu kondisi yang menguntungkan maupun kondisi yang tidak menguntungkan.
Sepanjang perjalanan sebagai bangsa dan negara, Indonesia telah berganti presiden sebanyak enam kali, berbagai macam kejadian mewarnai perjalanan para kepala negara tersebut, siapa saja dan bagaimana kisah hidup para pendamping mereka sebagai orang nomor satu di negeri ini, di bawah ini saya ulas biodata singkat para pendamping para presiden di Indonesia :

ISTERI SOEKARNO Masa Bakti (18 Agustus1945 - 19 Desember1948)


Fatmawati
(ada yang berkata nama aslina Fatimah. Red.) lahir pada tanggal 5 Pebruari 1923, dari suami-isteri Hassan Din dan Siti Chatidjah. Tidak memiliki rumah sendiri (dan selalu menyewa atau, menumpang), Hassan Din bukan orang berada. Kemelaratan ini lebih-lebih lagi melanda ketika Hassan Din harus keluar dari Borsumi dan aktif dalam gerakan Muhammadiyah di Bengkulu.
Pernah, ketika masih duduk di kelas II HIS Muhammadiyah, Fatmawati berjualan ketoprak seusai sekolah. Ketika usianya 15 tahun, Fatmawati bertemu dengan Sukarno.
Saat yang paling penting dalam kehidupannya, di saat-saat menjelang proklamasi 17 Agustus 1945, demikian Fatmawati. Beliau lah yang menggunting dan menjahit bendera pusaka yang kini disimpan. Di masa-masa pergolakan ada beberapa catatan penting tentang soal yang bisa saja dianggap remeh-remeh. Misalnya: Kunjungan beliau yang pertama ke luar negeri adalah ke India. Beliau ketika itu memakai perhiasan pinjaman dari isteri Sekretaris Negara, seorang keturunan bangsawan kraton yang kebetulan punya persediaan. 
Tentang Yogya - dan Fatma berdiam di gedung yang kini namanya Gedung Negara -- ia menulis: "Satu kali kami menjamu Merle Cochran dengan perabot dan pecah-belah pinjaman dari kiri-kanan dengan protokol `perjuangan`nya." Artinya: protokol yang juga sibuk pinjam taplak meja di rumah lain kalau kebetulan ada tamu negara. Juga protokol yang tanpa bisa dilihat oleh tamu negara, bersembunyi dan memberi tahukan kepada Bung Karno, kapan dia harus angkat gelas. Istana waktu itu memang bukan Istana yang sekarang. Fatmawati meninggal pada tahun 1980 dan dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta. Ia adalah istri ke-3 dari Presiden Pertama Indonesia, Soekarno. Ia juga dikenal akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945. Dari pernikahananya dengan Soekarno ia dikaruniai 5 orang anak.

Hartini Soekarno
Lahir di Ponorogo Jawa Timur pada tanggal 20 September 1924 beragama Islam.
Enam belas tahun dalam suka maupun duka, Hartini setia mendampingi suaminya hingga wafat. Resmi menjadi istri Soekarno, setahun setelah pertemuannya yang pertama di Prambanan, Yogyakarta tahun 1952. Ketika itu ia sudah menjadi janda berusia 28 tahun. Dengan suaminya yang pertama, Suwondo, ia dikaruniai lima anak. Menikah dengan Soekarno, ia mendapat dua anak. 
Awet muda dan tampak cantik dalam usia 60 tahun. Rahasia kecantikan Hartini, setiap bangun pagi ia segera minum segelas air putih dan olah raga ringan. Juga minum jamu ramuan sendiri berupa kunyit, daun asam, temu, asem kawak, daun beluntas, dan gula merah, yang direbusnya. Ia minum jamu dua kali sehari dan tidak makan yang amis, seperti ikan dan telur.


Inggit Garnasih
Apabila Bung Karno api maka Inggit kayu bakarnya. Inggit menghapus keringat ketika Soekarno kelelahan, Inggit menghibur ketika Soekarno kesepian. Inggit menjahitkan ketika kancing baju Soekarno lepas, Inggit hadir ketika Soekarno muda membutuhkan kehangatan perempuan baik sebagai Ibu maupun teman. Namun saat Soekarno melangkah ke gerbang istana, Inggit pulang ke Bandung, menenun sepi. Dalam kamus hidupnya hanya ada kata memberi tak ada kata meminta. Inggit menjual bedak, meramu jamu dan menjahit kutang untuk nafkah keluarga, sementara Soekarno seperti singa yang mengaum dari satu podium ke podium berikutnya, pikirannya tercurah untuk pergerakan, Inggit yang setia mencari uang. Inggit mencinta karena cinta, tanpa pamrih tanpa motivasi. Suatu malam di jalan Jaksa, kedua pasang mata bertemu, Soekarno berkata “Aku cinta padamu”. Inggit tersipu menunduk dalam-dalam sambil mempermainkan ujung kebaya. Itulah cinta yang dibawakan Inggit dengan mesra, tanpa suara tanpa kata-kata, tanpa bahasa. Kejadian yang sangat lazim dan sederhana tetapi merupakan kejadian penting yang terlupakan oleh segenap bangsa.
Inggit menemani Soekarno yang terlunta-lunta di pembuangan. Jauh di Pulau Ende lalu di Bengkulu, Inggit tetap menemani, merupakan batere bagi kehidupan Soekarno yang menderita. Tetapi di ujung masa penjajahan Soekarno berkata pada Inggit, “Euis, aku akan menikah lagi supaya punya anak seperti orang-orang lain.”
“Kalau begitu antarkan saja aku ke Bandung!” jawab Inggit.
“Tidak begitu, maksudku engkau akan tetap jadi istri utama. Jadi first lady seandainya kita nanti merdeka.” “Tidak, antarkan saja aku ke Bandung.” jawab Inggit lagi.
Akhirnya Soekarno mengantar Inggit ke Bandung. Kembali tinggal di jalan Tjiateul dan Soekarno balik ke Jakarta. Dalam kesepiannya Inggit selalu berdoa bagi kebaikan Soekarno. Inggit kembali menjual bedak, meramu jamu dan menjahit kutang sebagai nafkah.
Dagangannya dititipkan di toko Delima. Inggit tidak mengeluh. tidak menangis. Demikianlah cinta Inggit pada Soekarno. Cinta semata-mata karena cinta. Tidak luka ketika dilukai dan tidak sakit ketika disakiti, tanpa pamrih tanpa motivasi.
Jl. Ciateul yang sibuk dan panas, yang sekarang dinamakan Jl Inggit Garnasih. Tampak sebuah rumah lama dicat baru, disanalah dulu Inggit tinggal dan akan dijadikan museum. Namun saat kita masuk ke dalam … kosong melompong. Tak ada yang ditinggalkan oleh Inggit selain satu pelajaran tentang CINTA.

Ratna Sari Dewi
Wanita yang berdarah Jepang ini bernama asli Naoko Nemoto, merupakan istri kelima Soekarno, wanita kelahiran Tokyo, 6 Februari 1940 itu dinikahi oleh Soekarno pada tahun 1962.
Bagaimana pula dengan Naoko Nemoto? Dialah geisha yang begitu sempurna di mata Sukarno. Kecantikannya begitu mempesona, sehingga tak kuasa Sukarno meredam hasrat cintanya yang berkobar-kobar. Gadis Jepang ini lahir tahun 1940, sebagai anak perempuan ketiga seorang pekerja bangunan di Tokyo. Ia lahir dari keluarga sederhana, sehingga Naoko harus bekerja sebagai pramuniaga di perusahaan asuransi jiwa Chiyoda, sampai ia lulus sekolah lanjutan pertama pada tahun 1955.
Setahun kemudian, ia mengundurkan diri, dan menekuni profesi geisha Akasaka’s Copacabana yang megah, salah satu kelab malam favorit yang sering dikunjungi para tamu asing. Ke kelab inilah Sukarno datang pada 16 Juni 1959. Bertemu Naoko, dan jatuhlah hatinya. Setelah itu, Bung Karno masih bertemu Naoko dua kali di hotel Imperial, tempat Bung Karno menginap. Akan tetapi, versi lain menyebutkan, pertemuan keduanya terjadi setahun sebelumnya, di tempat yang sama.
Usai lawatan dua pekan, Bung Karno kembali ke Jakarta. Tapi sungguh, hatinya tertinggal di Tokyo… hatinya melekat pada gadis cantik pemilik sorot mata lembut menusuk, sungging senyum yang lekat membekas. Seperti biasa, Bung Karno mengekspresikan hatinya melalui surat-surat cinta. Cinta tak bertepuk sebelah tangan. Isyarat itu ia tangkap melalui surat balasan Naoko. Tak lama, Bung Karno segera melayangkan undangan kepada Naoko untuk berkunjung ke Indonesia. Sukarno bahkan menemaninya dalam salah satu perjalanan wisata ke Pulau Dewata. Benih-benih cinta makin subur bersemi di hati keduanya. Terlebih ketika Naoko menerima pinangan Bung Karno, dan mengganti namanya dengan nama pemberian Sukarno. Jadilah Naoko Nemoto menjadi Ratna Sari Dewi. Orang-orang kemudian menyebutnya Dewi Soekarno.
Tanggal pernikahan keduanya, ada dua versi. Satu sumber menyebut, keduanya menikah diam-diam pada tanggal 3 Maret 1962, bersamaan dengan peresmian penggunaan nama baru: Ratna Sari Dewi berikut hak kewarganegaraan Indonesia. Sumber lain menyebut mereka menikah secara resmi bulan Mei 1964. Agaknya, sumber pertamalah yang benar.
Lepas dari kapan Bung Karno menikahi Ratna Sari Dewi, akan tetapi, cinta Bung Karno kepadanya begitu meluap-luap. Jika ia bertestamen agar dimakamkan di sisi makam Hartini, maka terhadap Ratna Sari Dewi, Bung Karno bertestamen agar dimakamkan dalam satu liang.
Faktanya, Hartini dan Ratna Sari Dewi yang begitu terlibat secara emosional pada hari terakhir kehidupan Bung Karno. Hartini yang setia mendampingi di saat ajal menjemput. Hartini pun tahu, dalam keadaan setengah sadar di akhir-akhir hidupnya, Bung Karno membisikkan nama Ratna Sari Dewi. Hal itu diketahui pula oleh Rachmawati.
Rachmawati, salah satu putri Bung Karno yang paling intens mendampingi bapaknya di akhir hayat, luluh hatinya. Tak ada lagi rasa “tak suka” kepada Hartini maupun Ratna Sari Dewi. Rachma sadar, ayahnya begitu mencintai Hartini dan Dewi, sama seperti besarnya cinta Bung Karno kepada Fatmawati, ibunya.
Buah asmara Bung Karno – Ratna Sari Dewi adalah seorang gadis cantik yang diberinya nama Kartika Sari Dewi atau akrab disapa Karina. Bung Karno sempat menimang bayi Kartika, meski jalan hidupnya tak memungkinkan untuk mendampinginya tumbuh menjadi gadis cantik, cerdas dengan jiwa sosial yang begitu tinggi.

Haryati Soekarno
Wanita lainnya yang mencuri hati Soekarno adalah Haryati. Namun tidak banyak informasi tentang beliau, selain sempat disinggung Cindy Adams, penulis buku ” Soekarno Penyambung Lidah Rakyat” saat menemani Soekarno ke Bali untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi, ternyata Haryati sudah diterbangkan terlebih dulu dan menunggu di Bali. Selain itu, Haryati juga pernah di damprat Ratnasari Dewi karena dianggap tidak mau merawat Soekarno yang sedang sakit keras.

Yurike Sanger
(disadur dari buku Percintaan Bung Karno Dengan Anak SMA Biografi Cinta Presiden Soekarno dengan Yurike Sanger: Kadjat Adra’i)
gadis ingusan siswa kelas 3 SMP pada tahun 1963 terpilih menjadi salah satu anggota Barisan Bhinneka Tunggal Ika (Gabungan Pemuda/i penerima tamu pada acara kenegaraan) yang telah memikat hati Bung Karno karena kecantikannya.
Seringnya bertemu dalam acara kenergaraan, membuat perhatian Soekarno kepada Yurike semakin berkembang. Pemberian kue secara khusus, diminta duduk di samping Soekarno dan asik mengobrol, diberikan fasilitas antar jemput kendaraan istana jika ada acara, sampai kemudian diantar pulang secara khsusus langsung oleh Soekarno sendiri sepulang dari sebuah acara adalah contoh bentuk perhatian khusus Soekarno tersebut.
Keseriusan BK meminta Yurike menjadi pendampingnya di buktikan dengan memberi seuntai kalung dan mengalungkan langsung ke leher jenjang Yurike di sebuah ruangan di istana negara.
Akhirnya Soekarno pun melamar Yurike secara resmi kepada orang tuanya. Sejak lamaran di terima orang tua Yurike, bisik-bisik tetangga mulai terdengar, gosip di sekolah Yurike mulai santer dan inilah yang menyebabkan Soekarno meminta Yurike untuk berhenti sekolah.
6 Agustus 1964 pukul 10 pagi, akhirnya Soekarno dan Yurike menikah secara islam di rumah Yurike Sanger. Pernikahan berlangsung singkat saja dan Soekarno kembali ke istana tanpa sempat merasakan malam pertamanya bersama Yurike istri barunya.
Malam pertama dilalui keesokan harinya di salah satu kamar Istana Merdeka di sayap kiri, setelah sebelumnya Yurike di jemput oleh ajudan dan di kembalikan pulang keesokan harinya.
Hari-hari Yurike Sanger sebagai istri ketujuh  Soekarno tentu saja berbeda dengan istri kebanyakan. Yurike tidak setiap saat dengan mudah bertemu dan dikunjungi Soekarno. Namun sebagai istri presiden apadaya, Yurike tidak bisa bebas jalan ke mall semaunya, Yurike juga tidak bebas ngerumpi bersama temannya semaunya, semua harus dengan persetujuan Soekarno dan dalam pantauan pengawal yang dititahkan Soekarno untuk menjaga Yurike sepanjang hari di rumah sitaan negara yang kemudian menjadi tempat tinggal Yurike.
Jiwa remaja yang menggelora dalam diri Yurike membuatnya seringkali melawan kehendak Soekarno, jalan ke Bandung tanpa ijin, ngebut di jalan meskipun baru belakar nyetir, memaksa membeli bakso dari tukang bakso yang lewat di depan rumah, main gaple bersama pengawal dilakukannya untuk menguris kesepiannya.
Soekarno sebagai pria pencinta sejati yang romantis, tahu kesibukan membuatnya tidak selalu bisa menyambangi Yurike, namun Soekarno selalu mewakilkan ketidakhadirannya dalam sepucuk surat romantis berbahasa Inggris atau Indonesia. Romantisnya BK selalu membuat surat dengan diawali kata ‘Darling‘ dan diakhiri kata ‘Love‘.
Meski sebagai seorang Presiden, Soekarno juga laki-laki normal yang punya rasa cemburu. Ada beberapa kejadian yang mebuat Soekarno cemburu yang dituliskan di buku ini, antara lain Soekarno pernah cemburu ketika Yurike meminta ganti pengawalnya Parto yang badan besar dan berwajah menakutkan untuk menemaninya jalan-jalan.  Dalam marahnya Soekarno berkata akan mengirim satu kompi pemuda ganteng untuk mengawal Yurike.  Cemburu ke dua Soekarno terjadi ketika Yurike keguguran dan dirawat di RS Husada. Soekarno cemburu kepada dokter yang merawat Yurike dan memberi perhatian khusus kepada Yurike dengan rajin berkunjung,  memberi majalan bahkan memberikan sebuah TV khusus untuk kamar Yurike padahal saat itu tidak ada kamar yang memiliki fasilitas TV di kamarnya. Soekarno yang marah meminta pengawal untuk mengeluarkan TV tersebut dan menggantinya dengan TV yang lebih besar.  Soekarno juga akhirnya memanggil dokter itu ke istana dan cerita tentang dokter yang sebetulnya tidak tahu bahwa Yurike adalah istri Soekarno berakhir dengan dipindahkannya dokter itu ke rumah sakit lain.
12 Maret 1967 BK secara de facto di makzulkan sebagai presiden. Soekarno dikenai tahanan rumah di Wisma Yoso. Sejak itulah sulit bagi Yurike untuk menemui Soekarno
Dengan statusnya sebagai tahanan rumah, kesulitan demi kesulitanpun menghampiri Soekarno yang terusir dari istana. Soekarno juga mengalami kesulitan keuangan ketika mengawinkan salah seorang anak perempuannya sampai di bantu Yurike meminjam uang sebesar 2 juta rupian ke temannya yang tionghoa , pinjaman atas nama Yurike.
Akhir kepahitan perkawinan Soekarno dan Yurike terjadi ketika rumah Yurike di sita negara, dan ditengah sakitnya Soekarno dengan besar hati Soekarno menyarankan Yurike agar minta cerai, terpaksa hal ini dilakukan justru karena Soekarno masih sangat mencintai Yurike, Soekarno menyadari kondisinya yang sakit sementara Yurike masih sangat muda, jalannya masih panjang dan Soekarno yakin masa depan Yurike akan lebih baik jika bersama orang lain. Perceraian secara baik-baikpun terjadi dan sangat mengharukan karena keduanya masih saling mencinta.

Kartini Manoppo
Nama ini juga nama yang banyak dibicarakan orang. Bekas pramugari Garuda Indonesia ini pernah menjadi model lukisan Basuki Abdullah. Tatkala melihat lukisan itu, Sukarno mengagumi sang model, lantas memintanya ikut terbang setiap kali Presiden melawat ke luar negeri. Sekitar akhir 1959, pasangan ini menikah. Pada 1967, Kartini Manoppo melahirkan Totok Suryawan Sukarno, Bung Karno yang memberikan nama ini di Nurenberg, Jerman.


Heldy Djafar
Isteri terakhir yang dinikahi secara rasmi oleh Sukarno ialah Heldy Djafar. Mereka menikah setahun sebelum kejatuhannya sebagai presiden pada tahun 1967. Perkawinan dengan Heldy hanya berlangsung selama dua tahun karena selepas kejatuhannya Sukarno masuk ke dalam tahanan di Wisma Yaso, Jakarta.



Sumber :

2 komentar:

yudhay mengatakan...

NO MAN LIKE THIS

SUKARNO mengatakan...

NO MAN LIKE THIS

Posting Komentar